Kali ini saya akan membahas tentang tradisi yang ada di daerahku,yaitu tradisi Cing Cing Goling.
Apa itu Cing Cing Goling?
Cing Cing Goling dapat dikategorikan sebagai upacara
selamatan atau rasa syukur. Perayaan ini rutin dilakukan di dusun Gedangan,
Gedangreja, Kecamatan Karangmojo, Wonosari Gunungkidul. Pada saat perhelatannya
Upacara Cing Cing Goling mampu menjadi magnet yang menarik perhatian
masyarakat, baik yang berasal dari Kabupaten Gunungkidul maupun luar daerah.
Melihat potensi yang cukup besar tersebut, maka tahun 2009 lalu. Pemerintah
Kabupaten Gunungkidul berupaya untuk medata, mengkaji, dan mempromosikan
Upacara Cing Cing Goling sebagai salah satu paket wisata budaya andalan
Kabupaten Gunungkidul.
Tradisi Cing Cing Goling ini di ambil dari kisah seorang prajurit Majapahit yang mengusir perampok.
Dikisahkan, bahwa pelarian Prajurit Majapahit , Wisang
Sanjaya dan Yudopati (tentu saja beserta rombongan) menetap di daerah sekitar
Kali Dawe, Gedangrejo. Mereka hidup dengan menjadi petani dan membangun
bendungan di Kali Dawe untuk mengairi lahan pertanian. Selain berperan
dalam pertanian, Wisang Sanjaya dan Yudopati juga memberikan masyarakat asli
harapan dan keberanian untuk m cing cing elawan perampok yang telah lama
meresahkan desa mereka.
Masyarakat Gedangrejo setiap panen ke – 2 (sekitar Bulan
Mei, Juni, Juli ) mengenang dua legenda itu dengan mengadakan upacara syukuran
Cing-Cing Goling yang diselenggarakan di dekat bendungan Kali Dawe. Hari yang
diambil untuk pelaksanaannya adalah Senin Wage atau Kamis Kliwon. Dalam
upacara ini warga membuat ayam panggang, lauk-pauk dan nasi sebagai
perlengkapan kenduri. Keperluan kenduri ini akan dikirab dari rumah Kepala
Dusun Gedangan menuju ke Bendung Kali Dawe, yang nantinya dibagikan kepada para
pengunjung. Selain kenduri, juga diadakan fragmen pelarian Majapahit yang
mengambil tempat di ladang yang ada di sekitar Bendungan Kali Dawe. Pada adegan
ini puluhan orang berlarian menginjak-injak tanaman pertanian di ladang
sekitar bendungan.
berikut merupakan salah satu adegan dalam tradisi Cing Cing Goling |
Asal Mula Tradisi Cing Cing Goling
Sejarah adat upacara
Cing Cing Goling terjadi pada abat ke-15 tertulis pada tahun 1400 M. Diawali
dari peperangan antara keraton Majapahit dan Keraton Demak.
Pasukan Demak
memenagkan peperangan tersebut, banyak prajurit serta senapati yang gugur dan
banyak yang mengungsi untuk mencari kehidupan.Sehingga Prabu Browijaya yang
ke-5 lengser. Dahulu penjabat dan bangsawan keraton Majapahit Eyang Wisang
Sanjaya dan istrinya beserta keluarganya Senopati Ki Tripoyo untuk
mencari pengungsian bawasannya rombongan itu sering di kejar-kejar para
perampok karena ingin memiliki harta serta suka dengan kecantkan Nyi Wisang
Sanjaya. Maka Nyi Wisang Sanjaya lari dan Nyi Wisang Sanjaya menaikan pakaian
sengga betis nya kelihatan dan mengoda iman para perampok. Eyang Wisang Sanjaya
mempunyai pusaka sebuh cambuk yang sangat ampuh, semumpama digunakan dapat
gunung dapt hancur dan lautan akan kering. Rombongan tersebut mencari
pengungsan sampai kedusun Gedangan, disana mereka diterima dengan senang oleh
sesepuh Gedangan, diantaranya:
1) Kyai Brojonolo
2) Kyai Honggonolo
3) Kyai Nolodongso
Semua kebutuhan hidup
telah dicukupi oleh masyarakat Gedangan. Supaya tidak mengetahui keraton
Majapahit menyelamatkan diri ke Desa Gedangan Eyang Wisang Sanjaya berganti
nama menjadi Kyai Gedangan (Kyai Pisang Sanjaya). Eyang Wisang Sanjaya merasa
berhutang budi pada masyarakat Gedangan sehingga ingin membalas kebaikan
masyarakat Gedangan dengan membuat bendungan yang ada di sungai Kedung Dawang.
Eyang Tripoyo bertapa
ada di sungai Kedung Dawang, kemudian bendungan tersebut dibuat dengan kayu dan
bambu. Setelah bendungan sudah jadi tetapi belum bisa digunakan karena belum
bisa mengalir airnya.
Zaman dahulu Eyang
Tripoyo ingat dengan Eyang Yudopati bahwa mempunyai pusaka cis (seperti tombak)
kemudian selokan di garis mengunakan cis, belum sampai selesai membuat
bendungan tersebut ayam jago sudah berokok yang menunjukan bahwa hari sudah
pagi dan Eyang Yudopati mengakhiri membuat bendungan tersebut, Bendungan yang
terbuat sepanjang + 700 m2 kemudian diberi tanda pohon kluwih
tujuannya agar diselesaikan oleh masyarakat Gedangan. Air yang berada di
bendungan Kedung Dawang penuh , para petani senang bertanam di sawah dan
ladang. Tanaman yang ditaman sangat subur.
Eyang Wisang Sanjaya
bersama pengikutnya pun mengadakannsyukuran ada dibawah pohon beringin, semua
itu untuk mengucapkan rasa syukur pada Allah SWT, karena sudah terlaksananya
dalam membalas budi kepada masyarakat Gedangan. Itulah peninggalan Cing Cing
Goling.
Cing Cing Goling itu
mengambarkan perjalanan para abdi dalem Majapahit dalam mengungsi yang di goda
para brandal. Dlam melarikan diri putri keraton, meaikan nyamping dan betisnya
terlihat sehingga merusak iman para brandal, tradisi upacara adat menjadi
Cing Cing Goling.
Makna Upacara Cing Cing Goling
Cerita sejarah Cing
Cing Goling mempunyai makna ingin mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT
masyarakat Gedangan merasa tentram , tenang, dan pakaian dan makanan sudah
tercukupi.
Upacara adat
dilaksanakan , yang sudah dilestarikan kepada generasi berikutnya. Yang
dilaksanakan setiap tahun sekali, setelah panen sawah. Yang dilaksanakan
pada Kamis Kliwon atau Senin Wage.
Upacara adat tersebut
terdapat beberapa pantangan atau larangan, bahwa dalam membuat makanan yang
akan disodakohkan kepada Allah SWT :
1. Makanan yang dimasak tidak boleh
diicipi.
2. Tidak boleh memasak tempe dele.
3. Orang hamil tidak boleh menghadiri.
4. Makanan yang akan di sodakohkan
harus iklas.
Rangkaian upacara adat
Cing Cing Goling di mainkan oleh 24 orang (23 putra dan 1 perempuan) 21 orang
berperan sebagai perampok, 2 orang berperan sebagai Eyang Wisang Sanjaya dan
Eyang Tropoyo, dan 1 orang wanita berperan sebagai Nyi Wisang Sanjaya. Eyang
Wisang Sanjaya dan istrinya meninggal dan dimakamkan di pemakaman Krapyak
Gedangan.
Eyang Tropoyo meninggal
hilang beserta raganya di bendungan Kedung Dawang, tidak seorangpun menemukan
jasadnya sampai sekarang. Eyang Yudoati meninggal dan dimakamkan di pemakaman
Delu Gedangan dan segala pusaka Majapahit hilang di lokasi.
Proses Upacara Cing Cing Goling
1. Satu hari sebelum acara berlangsung,
warga sekitar membersihkan tempat upacara berlangsung, terutama adalah tempat
untuk sesaji.
2. Sesudah membersihkan, mereka bersama
juru kunci membuat pembatas yang terbuat dari janur (daun kelapa muda). Fungsi
dari pembatas tersebut adalah untuk membatasi bagi orang yang sedang haid
maupun sedang hamil yang tidak boleh menonton melebihi pembatas tersebut.
3. Malam sebelum acara berlangsung,
seluruh pemain Cing Cing Goling bersama sang juru kunci melakukan doa
bersama di tempat sesaji yang telah dibersihkan (melakukan tirakatan).
4. Hari berikutnya, semua pemain dirias
sesuai dengan profesi masing-masing.
5. Semua warga yang ingin menonton beserta
pemain berjalan (iring-iringan) ke tempat sesaji yang didampingi oleh
juru kunci, dengan membawa ingkung.
6. Setelah sampai di tempat sesaji,
ingkung didoakan bersama-bersama yang di pimpin oleh juru kunci.
Selanjutnya, ingkung diberikan kepada warga, sehingga warga
berebut untuk mengambilnya dan akhirnya acara Cing Cing Goling pun di mulai.
Semoga dapat menambah pengetahuan kawan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar